Jumat, 08 April 2016

Hikmah Jari Telunjuk

Assalamu'akaikum wr wb^^

Baru sempat lanjut nulis lagi setelah rentetan tugas mengantri, alhamdulillah.

Pernahkah sahabat merasakan saat betapa menikmati bekerja lalu kalian disadarkan bahwa pekerjaan yang kalian nikmati itu ternyata bertentangan dengan hati? Jika pernah merasakan, bagaimana rasanya? Dilema bukan? Yah, saya juga pernah merasakannya sangat dilema tapi mau tidak mau harus ada yang dipilih bukan?

Pekerjaanku saat itu adalah administrasi Personalia disalah satu perusahaan retail, berhubung seluruh cabang Jawa Tengah hanya di Brebes saja yang gedungnya ada ruang kosong sehingga dialih fungsikan menjadi ruang training, sayapun ikut membantu team HCD jika ada acara. Repot sih tidak hanya saja kalau ada acara training atau meeting saat tutup absen harus siap tenaga dan pikiran, bolak balik lantai satu dan tiga. Tapi senang juga sih, saya bisa kenal banyak orang dengan berbagai karakter di toko dari manager samapai OB, dari cabang lain juga banyak yang saya kenal, saya bisa dipercaya teman-teman sebagai tempat curhat mereka. Namun, disaat saya menikmati pekerjaan ini saya disadarkan oleh tulisan Ustadzah Oki Setiana Dewi begini tulisannya
'JILBAB MENUTUP DADA? HARUSKAH?
Seorang muslimah apabila kerudungnya tidak diulurkan ke dadanya adalah tidak benar dan tidak boleh. Sebab cara tsb menyimpang dari ketentuan Al-Quran yang mewajibkan mengulurkan kerudung ke atas dada (QS An-Nuur:31) jadi, jika seorang muslimah tidak mengulurkan kerudungnya ke dada, tetapi malah mengikatnya ke belakang (mengelilingi leher) atau memasukkannya ke dalam baju, berarti dia meninggalkan kewajibannya dan berdosa. Meskipun dada mereka sudah tertutup oleh kain dari baju.'
Baca tulisan itu rasanya seperti wajah ini ditampar bolak balik, bagaimana tidak, seragamku memakai celana dan pressbody, kerudungnya juga dimasukkan ke dalam baju. Saat itu mulailah perang batin 'jadi selama ini aku itu gak menjalankan kewajiban sebagai muslim? rasanya ko malu banget ya baca tulisan ini? Aku harus gimana? Masa iya harus resign tapi rasanya ko gak ikhlas, kerjaan ini tuh udah enak nyaman tapi ini perintah Allah langsung, aku harus cari jalan tengahnya'.

Sejak saat itu saya mencoba mencari jalan tengahnya tapi tidak pernah ketemu, sedangkan hati mulai semakin tidak nyaman mengenakan seragam kerja padahal setiap berangkat atau pulang dan istirahat selalu saya keluarkan kerudungnya. Suatu hari saya membaca sebuah postingan tentang hukum bersalaman bila non mahram, sungguh membaca tulisan itu membuat semakin merasa bersalah selama ini, setiap hari setelah apel pagi kami pasti bersalaman, belum lagi kalau ada tamu dari luar, rasa bersalah itu sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tapi saya harus bagaimana? Masa iya tiba-tiba tidak mau salaman sama karyawan lain yang ada jadi omongan lagi seperti kasus make up, karyawan malah ikut-ikutan tidak pakai make up giliran ditegur keamanan malah bilangnya "lah mba .... (menyebutkan nama saya) aja gak pake make up gak dimarahin lah aku ko malah dimarahin" ada juga yang bilang "mba mah enak banget yah boleh gak pake make up" padahal sering saya beritahu bahwa saya alergi make up dan parfum, tapi tetap saja ada yang masa bodoh. Saya harus bagaimana? Benar-benar dilema, ternyata suatu hari saya sedang membereskan berkas-berkas yang sudah tidak terpakai hendak menghancurkannya dengan cara dipotong dengan pemotong kertas, berhubung ruanganku sedang ramai jadi saya pindah ruangan di sampingnya saat sedang serius tiba-tiba terdengar suara dari belakang, ketika berhenti memotong suara itu berhenti tapi jika dilanjutkan baru terdengar suara itu lagi, akhirnya saya memotong kertas sambil fokus mendengarkan suara itu sebab sangat tidak jelas sedangkan di belakang saya adalah tembok beton, karena saking seriusnya mendengarkan suara itu sampai terdengar suara "kress" dalam hati kok suara kertas kepotongnya beda yah? Tadi juga rasanya potong kertas lebih tebel padahal kertas yang ditumpuk malah tipis, nah ko jari telunjukku kebas gini sih? Setelah dilihat ternyata malah potong jari telunjuk kanan sendiri. Refleks saya langsung berlari ke tempat wudhu untuk mencuci darah dulu lalu ke ruangan untuk mengambil obat di kotak P3K, staff yang sedang duduk di mejaku sadar ternyata wajahku pucat dan melihat ujung jari telunjuk dan kuku ku yang terbelah langsung ditariknya lalu diobati. Setelah diperiksa syukurlah hanya kena daging dan kuku nya saja tidak sampai kena tulang dan luka tidak usah dijahit sebab kuku masih kuat menempel sehingga sarafnya masih berfungsi.

Keesokan harinya setelah apel pagi dan hendak bersalaman saya baru sadar ternyata insiden jari terkena pemotong kertas itu merupakan cara Allah supaya saya tidak bersalaman dengan non mahram. Awalnya menggunakan jari sebagai alibi supaya tidak bersalaman lalu saya dilirik manager gara-gara tidak bersalaman padahal jari sudah sembuh dan ternyata ada karyawan yang mengikuti apa yang saya lakukan, seperti dugaanku tapi ya sudahlah terserah mereka saja itu hak mereka. Pernah juga saat ada acara meeting HCD dari pusat saya diajak bersalaman tapi saya malah menangkupkan kedua tangan di depan dada dan mengangguk, walaupun tidak ada kata tapi dari ekspresi wajahnya gimana gitu, ya sudahlah biarkan saja.
Saya masih ingat ada teman yang cerita bahwa dia merasa sedih adiknya diberitahu untuk memakai kerudung tapi malah menuduhnya ikut aliran macam-macam padahal adiknya adalah tanggung jawab dia, mendengar cerita itu saya jadi berfikir iya yah, saya masih tanggung jawab orang tua dan kakak laki-lakiku, mereka memang tidak menyuruhku memakai kerudung tapi saya sadar belum bisa bahagikan mereka sampai sekarang, tidak mau mereka menanggung dosaku karena tidak mengingatkanku memakai kerudung sedangkan saya tidak tahu umurku sampai kapan. Mulai dari situlah saya mulai memberanikan diri untuk mengambil resiko itu.

Saya sadar bekerja di divisi apa, sebagai percontohan karyawan sedangkan ada beberapa peraturan perusahaan yang tidak sejalan dengan hati, semakin ditahan semakin hati memberontak jika saya minta keringan memakai kerudung untuk dikeluarkan jelas tidak mungkin yang ada karyawan lain mengikuti, jadi daripada membuat karyawan lain ikut-ikutan sedangkan hati mulai tidak nyaman akhirnya saya memutuskan untuk resign. Ada kata-kata yang masih membekas saat ijin untuk resign kebetulan dia atasan langsungku 'kalau kamu memang memilih pilihan ini, pertahankan, jangan lepasin kerudung kamu, walaupun saya bukan muslim jujur saya tidak suka lihat cewe yang buka pasang kerudung'.

Resign bukanlah akhir dari perjuanganku justru sebaliknya, sebuah awal. Awal yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Terkadang kita harus seperti anak panah, mundur beberangkah dulu untuk melesat jauh kedepan.

3 komentar:

  1. Wow Mbak Olif salut dengan kegigihannya dalam menjalankan perintah agama. Semoga bisa selali istiqomah. Btw yg aku heran kok bisa motong jari sendiri tanpa sadar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin mohon doanya mas semoga bisa istiqomah, hahaha saya juga gak tau mas pas lihat jari udah kepotong gitu

      Hapus